Ketersediaan pakan yang belum memadai mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam peningkatan populasi ternak sapi. Ketersediaan hijauan pakan di Indonesia merupakan tema utama yang menjadi pembatas perkembangan ternak.
Salah satu komponen pakan yang utama adalah hijauan karena hijauan merupakan bahan pakan utama (lebih dari 80 persen dari total bahan kering).
Jumlah ternak sapi pada tahun 2011 sebanyak 14,8 juta ekor dan meningkat sekitar 0,07 persen pada tahun berikutnya (Ditjennak, 2012).
Kebutuhan minimum ternak ruminansia per satuan ternak (ST) adalah 1,14 ton bahan kering/tahun maka diperkirakan jumlah hijauan pakan yang diperlukan seluruhnya pada tahun 2012 adalah 18,3 juta ton bahan kering (BK).
Jumlah tersebut tergolong sangat banyak diperkirakan untuk mendukung program swasembada daging sehingga perlu adanya program maupun upaya penyediaan pakan hijauan berkelanjutan.
Secara perkiraan potensi ketersediaan pakan sangat tinggi, baik yang berasal dari hijauan maupun limbah pertanian. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber daya lahan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan.
Jika potensi lahan yang ada dapat dimanfaatkan 50 persen saja, jumlah ternak yang dapat ditampung mencapai 29 juta satuan ternak. Hal tersebut belum termasuk padang rumput alam, yang jika diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya dengan menggunakan rumput unggul mampu meningkatkan daya tampungnya secara nyata.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, yang bersifat terpadu menyangkut teknologi pengolahan, pengemasan, transportasi dan distribusi, dan mampu menangani permasalahan pakan dari hulu sampai hilir (sejak proses produksi, sampai pada penggunaannya di tingkat peternak).
Sebagai bagian dari institusi/perguruan tinggi, Pusat Studi Hewan Tropika/Center for Tropical Animal Studies (Centras) LPPM-IPB telah dan akan terus mengembangkan berbagai inovasi teknologi tepat guna dan terpadu untuk meningkatkan penyediaan pakan bermutu di Indonesia.
Centras telah menghasilkan berbagai produk, di antaranya adalah probiotik dan komplemen pakan (KP) yang telah dibuktikan mampu memberikan efek positif bagi ternak.
Selanjutnya, hasil tersebut akan dimanfaatkan lebih lanjut dalam memproduksi Hi-fer.
Kelebihan dari teknologi ini adalah: (1) dapat diproduksi oleh masyarakat (petani) secara masal; (2) mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di lokasi setempat); dan (3) biaya murah.
Agar inovasi teknologi tepat guna, perlu model pengembangan produk Hi-fer dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat oleh perguruan tinggi.
Permasalahan Pakan Ternak
Terdapat sejumlah permasalahan terkait dengan pakan ternak. Pertama, mutu pakan yang variatif (cenderung kurang) karena pakan kebanyakan merupakan limbah lignoselulolitik dengan kadar Total Digestible Nutrient (TDN) dan protein yang rendah.
Kedua, produksi pakan musiman (seasonal movement), umumnya produksi akan menurun ketika musim kemarau, yaitu pada bulan April hingga September.
Pada bulan tersebut peternak akan kesulitan mendapatkan rumput lapang atau penurunan produksi pada hijauan yang dibudidayakan sehingga produksi yang berlimpah pada musim hujan perlu diawetkan/disimpan untuk digunakan pada musim kemarau. Dengan demikian, membutuhkan teknologi penyimpanan.
Selain itu, lokasi produksi pakan tidak setumpu dengan lokasi produksi ternak. Kantong-kantong produksi ternak, khususnya sapi potong, cenderung mengarah di wilayah pinggiran perkotaan, sementara produksi hijauan umumnya banyak tersedia di daerah pedesaan.
Di samping itu, Pulau Jawa juga padat ternak, sementara produksi hijauan terbatas. Sebaliknya, terjadi produksi hijauan banyak di Pulau Sumatera, namun populasi ternaknya relatif sedikit. Hal ini membutuhkan solusi agar potensi tersebut dapat dimanfaatkan berupa tersedianya teknik pengemasan dan transportasi yang tepat guna sehingga memudahkan pakan tersebut didistribusikan.
Secara ringkas kebutuhan teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah teknologi terpadu meliputi pengolahan pakan, pengawetan, pengemasan, transportasi, dan komersialisasi.
Salah satu solusi terpadu adalah teknologi produksi Hi-fer yang mampu memanfaatkan hijauan pakan dan mengolahnya menjadi lebih bernilai nutrisi dan mudah didistribusikan ke sentra ternak, dan diharapkan sekaligus mampu mengatasi
Penelitian
Centras LPPM IPB dalam dua tahun terakhir ini telah menemukan beberapa hasil yang dapat mendukung pencapaian tujuan tersebut.
Hasil-hasil penelitian terdahulu, yaitu produk probiotik unggul. Produk ini mampu meningkatkan palatabilitas ransum 16,9 persen, meningkatkan kecernaan serat 12,8 persen dan protein 17,9 persen, meningkatkan pertambahan bobot badan dari 1,17 kg/ekor/hari menjadi 1,39 kg/ekor/hari dan menurunkan emisi gas pencemaran pada feses terutama gas amonia dan H2S berkurang 8,8 persen dan 3,5 persen.
Untuk produk probiotik sendiri sekarang sudah mulai mudah di dapatkan salah satunya klik disini untuk melihat produk berkualitas dan telah dipercaya di kalangan masyarakat yang bergerak di bidang peternakan modern.
0 Response to "Beternak Tanpa Mencari Rumput Melalui Teknologi 'Hi-Fer'"
Post a Comment